Ada  beberapa hukum   yang berkaitan dengan hewan kurban. Sepantasnyalah bagi  seorang  muslim  untuk mengetahuinya agar ia berada di atas ilmu dalam  melakukan   ibadahnya, dan di atas keterangan yang nyata dari urusannya.  berikut   ini aku sebutkan hukum-hukum tersebut secara ringkas.
Pertama :   Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam berkurban dengan dua ekor domba  jantan   (Akan datang dalilnya pada point ke delapan) yang disembelihnya   setelah  shalat Ied. Beliau Shalallahu’alaihi Wassallam mengabarkan   (yang  artinya) : “ Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka   tidaklah  termasuk kurban sedikitpun, akan tetapi hanyalah daging   sembelihan biasa  yang diberikan untuk keluarganya” (Riwayat Bukhari (5560) dan Muslim (1961) dan Al-Bara’ bin Azib)
Kedua :   Beliau Shalallahu’alaihi Wassallam memerintahkan kepada para  sahabatnya   agar mereka menyembelih jadza’ dari domba, dan tsaniyya  dari yang   selain domba (Berkata Al-Hafidzh dalam “Fathul Bari” (10/5) :  Jadza’   adalah gambaran untuk usia tertentu dari hewan ternak, kalau  dari domba   adalah yang sempurna berusia setahun, ini adalah ucapan  jumhur. Adapula   yang mengatakan : di bawah satu tahun, kemudian  diperselisihkan   perkiraannya, maka ada yang mengatakan 8 dan ada yang  mengatakan 10.   Tsaniyya dari unta adalah yang telah sempurna berusia 5  tahun, sedang   dari sapi dan kambing adalah yang telah sempurna  berusia 2 tahun. Lihat   “Zadul Ma’ad” (2/317).)
Mujasyi bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengabarkan bahwa Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam bersabda (yang artinya) : “ Sesungguhnya jadza’ dari domba memenuhi apa yang memenuhi tsaniyya dari kambing” (‘Shahihul Jami’ (1592), lihat ” Silsilah Al-Ahadits Adl-Dlaifah” (1/87-95).)
Ketiga :   Boleh mengakhirkan penyembelihan pada hari kedua dan ketiga setelah    Idul Adha, karena hadits yang telah tsabit dari Nabi Shalallahu’alaihi    Wassallam : (bahwa) beliau bersabda : (yang artinya) : “ Setiap hari Tasyriq ada sembelihan”    ( Dikeluarkan oleh Ahmad (4/8), Al-Baihaqi (5/295), Ibnu Hibban  (3854)   dan Ibnu Adi dalam “Al-Kamil” (3/1118) dan pada sanadnya ada  yang   terputus. Diriwayatkan pula oleh Ath-Thabari dalam ‘Mu’jamnya”  dengan   sanad yang padanya ada kelemahan (layyin). Hadits ini memiliki  pendukung   yang diriwayatkan Ibnu Adi dalam “Al-Kamil” dari Abi Said Al-Khudri dengan sanad yang padanya ada kelemahan. Hadits ini hasan Insya Allah, lihat ‘Nishur Rayah” (3/61).)
Berkata    ibnul Qayyim rahimahullah “Ini adalah madzhabnya Ahmad, Malik dan Abu    Hanifah semoga Allah merahmati mereka semua. Berkata Ahmad : Ini    merupakan pendapatnya lebih dari satu sahabat Muhammad Shalallahu’alaihi    Wassallam. Al-Atsram menyebutkannya dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas    radhiyallahu ‘anhum”( Zadul Ma’ad (2/319))
Keempat :   Termasuk petunjuk Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam bagi orang yang    ingin menyembelih kurban agar tidak mengambil rambut dan kulitnya walau    sedikit, bila telah masuk hari pertama dari sepuluh hari yang awal   bulan  Dzulhijjah. Telah pasti larangan yang demikian itu. (Telah lewat    takhrijnya pada halaman 66, lihat ‘Nailul Authar” (5/200-203).)
Berkata An-Nawawi dalam “Syarhu Muslim” (13/138-39). “Yang    dimaksud dengan larangan mengambil kuku dan rambut adalah larangan    menghilangkan kuku dengan gunting kuku, atau memecahkannya, atau yang    selainnya. Dan larangan menghilangkan rambut dengan mencukur, memotong,    mencabut, membakar atau menghilangkannya dengan obat tertentu  (Campuran   tertentu yang digunakan untuk menghilangkan rambut.) atau  selainnya.   Sama saja apakah itu rambut ketiak, kumis, rambut kemaluan,  rambut   kepala dan selainnya dari rambut-rambut yang berada di  tubuhnya“.
Berkata Ibnu Qudamah dalam “Al-Mughni” (11/96) “Kalau    ia terlanjur mengerjakannya maka hendaklah mohon ampunan pada Allah    Ta’ala dan tidak ada tebusan karenanya berdasarkan ijma, sama saja    apakah ia melakukannya secara sengaja atau karena lupa“.
Aku    katakan : Penuturan dari beliau rahimahullah mengisyaratkan haramnya    perbuatan itu dan sama sekali dilarang (sekali kali tidak boleh    melakukannya -ed) dan ini yang tampak jelas pada asal larangan nabi.
Kelima : Beliau Shalallahu’alaihi Wassallam memilih hewan kurban yang sehat, tidak cacat. Beliau melarang untuk berkurban dengan hewan yang terpotong telinganya atau patah tanduknya   (Sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad (1/83, 127,129 dan 150), Abu Daud    (2805), At-Tirmidzi (1504), An-Nasa’i (7/217) Ibnu Majah (3145) dan    Al-Hakim (4/224) dari Ali radhiyallahu ‘anhu dengan isnad yang hasan.).  Beliau   memerintahkan untuk memperhatikan kesehatan dan keutuhan  (tidak cacat)   hewan kurban, dan tidak boleh berkurban dengan hewan  yang cacat  matanya,  tidak pula dengan muqabalah, atau mudabarah, dan  tidak pula  dengan  syarqa’ ataupun kharqa’ semua itu telah pasti  larangan nya.(  Muqabalah  adalah hewan yang dipotong bagian depan  telinganya. Mudabarah  : hewan  yang dipotong bagian belakang  telinganya. Syarqa : hewan yang  terbelah  telinganya dan Kharqa : hewan  yang sobek telinganya.  Hadits tentang  hal ini isnadnya hasan  diriwayatkan Ahmad (1/80 dan 108)  Abu Daud  (2804), At-Tirmidzi (4198)  An-Nasa’i (7/216) Ibnu Majah  (3143) Ad-Darimi  (2/77) dan Al-Hakim  (4/222) dari hadits Ali  radhiyallahu ‘anhu.)
Boleh    berkurban dengan domba jantan yang dikebiri karena ada riwayat dari    Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam yang dibawakan Abu Ya’la (1792) dan    Al-Baihaqi (9/268) dengan sanad yang dihasankan oleh Al-Haitsami dalam ”    Majma’uz Zawaid” (4/22).
Keenam : Beliau Shalallahu’alaihi Wassallam menyembelih kurban di tanah lapang tempat dilaksanakannya shalat. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (5552) An-Nasai 97/213) dan Ibnu Majah (3161) dari Ibnu Umar.)
Ketujuh : Termasuk petunjuk Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam bahwa satu kambing mencukupi sebagai kurban dari seorang pria dan seluruh keluarganya walaupun jumlah mereka banyak.    Sebagaimana yang dikatakan oleh Atha’ bin Yasar (Wafat tahun (103H)    biografisnya bisa dibaca dalam “Tahdzibut Tahdzib” (7/217).) : Aku    bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshari : “Bagaimana  hewan-hewan   kurban pada masa Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam?”  Ia menjawab :   “Jika seorang pria berkurban dengan satu kambing darinya  dan dari   keluarganya, maka hendaklah mereka memakannya dan memberi makan  yang   lain” (Diriwayatkan At-Tirmidzi (1505) Malik (2/37) Ibnu Majah (3147) dan Al-Baihaqi (9/268) dan isnadnya hasan.)
Kedelapan : Disunnahkan bertakbir dan mengucapkan basmalah ketika menyembelih kurban, karena ada riwayat dari Anas bahwa ia berkata : (yang artinya) : “ Nabi    Shalallahu’alaihi Wassallam berkurban dengan dua domba jantan yang    berwarna putih campur hitam dan bertanduk. beliau menyembelihnya dengan    tangannya, dengan mengucap basmalah dan bertakbir, dan beliau   meletakkan  satu kaki beliau di sisi-sisi kedua domba tersebut” (Diriwayatkan oleh Bukhari (5558), (5564), (5565), Muslim (1966) dan Abu Daud (2794).)
Kesembilan : Hewan    kurban yang afdhal (lebih utama) berupa domba jantan (gemuk)  bertanduk   yang berwarna putih bercampur hitam di sekitar kedua matanya  dan di   kaki-kakinya, karena demikian sifat hewan kurban yang disukai  Rasulullah (Sebagaimana dalam hadits Aisyah yang diriwayatkan Muslim (1967) dan Abu Daud (2792).)
Kesepuluh : Disunnahkan    seorang muslim untuk bersentuhan langsung dengan hewan kurbannya    (menyembelihnya sendiri) dan dibolehkan serta tidak ada dosa baginya    untuk mewakilkan pada orang lain dalam menyembelih hewan kurbannya. (Aku tidak mengetahui adanya perselisihan dalam permasalahan ini di antara ulama, lihat point ke 13 ).
Kesebelas : Disunnahkan    bagi keluarga yang menyembelih kurban untuk ikut makan dari hewan    kurban tersebut dan menghadiahkannya serta bersedekah dengannya.    Boleh bagi mereka untuk menyimpan daging kurban tersebut, berdasarkan    sabda Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam (yang artinya) : “ Makanlah kalian, simpanlah dan bersedekahlah” (Diriwayatkan oleh Bukhari (5569), Muslim (1971) Abu Daud (2812) dan selain mereka dari Aisyah radhiyallahu ‘anha. Adapun riwayat larangan untuk menyimpan daging kurban mansukh (dihapus), lihat ‘Fathul Bari’ (10/25-26) dan “AlI’tibar” (120-122). Lihat Al-Mughni (11/108) oleh Ibnu Qudamah.)
Kedua belas : Badanah (unta yang gemuk) dan sapi betina mencukupi sebagai kurban dari tujuh orang. Imam Muslim telah meriwayatkan dalam “Shahihnya” (350) dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ia berkata (yang artinya) : “ Di    Hudaibiyah kami menyembelih bersama Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam    satu unta untuk tujuh orang dan satu sapi betina untuk tujuh orang“
Ketiga belas :   Upah bagi tukang sembelih kurban atas pekerjaannya tidak diberikan  dari   hewan kurban tersebut, karena ada riwayat dari Ali radhiyallahu  ia   berkata. (yang artinya) : “ Rasulullah Shalallahu’alaihi  Wassallam   memerintahkan aku untuk mengurus kurban-kurbannya, dan agar  aku   bersedekah dengan dagingnya, kulit dan apa yang dikenakannya  (Dalam   Al-Qamus yang dimaksud adalah apa yang dikenakan hewan  tunggangan untuk   berlindung dengannya.) dan aku tidak boleh memberi  tukang sembelih   sedikitpun dari hewan kurban itu. Beliau bersabda :  Kami akan   memberikannya dari sisi kami” (Diriwayatkan dengan  lafadh ini oleh   Muslim (317), Abu Daud (1769) Ad-Darimi (2/73) Ibnu  Majah (3099)   Al-baihaqi (9/294) dan Ahmad (1/79,123,132 dan 153)  Bukhari   meriwayatkannya (1716) tanpa lafadh : “Kami akan memberinya dari sisi kami“.)
Keempat belas : Siapa    di antara kaum muslimin yang tidak mampu untuk menyembelih kurban, ia    akan mendapat pahala orang-orang yang menyembelih dari umat Nabi    Shalallahu’alaihi Wassallam karena Nabi berkata ketika menyembelih salah    satu domba (yang artinya) : “ Ya Allah ini dariku dan ini dari orang    yang tidak menyembelih dari kalangan umatku” ( Telah lewat takhrijnya pada halaman 70)
Kelima belas : Berkata Ibnu Qudamah dalam “Al-Mughni” (11/95) : “Nabi    Shalallahu’alaihi Wassallam dan Al-Khulafaur rasyidun sesudah beliau    menyembelih kurban. Seandainya mereka tahu sedekah itu lebih utama    niscaya mereka menuju padanya. Dan karena mementingkan/ mendahulukan    sedekah atas kurban mengantarkan kepada ditinggalkannya sunnah yang    ditetapkan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam.
sumber http://www.unikaja.com/2010/11/15-hal-yang-berkaitan-penyembelih-hewan.html