skip to main |
skip to sidebar
Tidur Dalam Kegelapan Bisa Hindari Depresi
(foto: Ilustrasi)
CALIFORNIA - Tidur dengan suasana pengeksposan cahaya dapat membuat perubahan di otak yang bisa mengarah pada mood yang buruk, termasuk depresi, menurut sebuah studi.
Penemuan ini bisa menjelaskan mengapa pekerja-pekerja dengan shift malam, yang biasa terekspos oleh cahaya pada malam hari, beresiko terkena mood yang buruk serta, ujar para penelitian. Demikian seperti yang dikutip dari Live Science, Kamis ( 18/11/2010).
Selama satu abad terakhir, cahaya malam buatan manusia telah menjadi umum di negara-negara industri, akan tetapi belum jelas apakah ekspos dari cahaya malam artifisial tersebut bisa berdampak pada otak manusia.
Untuk mengetahuinya, Tracy Bedrosian, mahasiswa kedokteran jurusan neuroscience di Ohio State University, dan para koleganya melakukan ujicoba dengan menempatkan dua ekor hamster di dua lingkungan. Satu hamster diekspos dengan 16 jam cahaya siang dan delapan jam kegelapan total pada malam harinya. Sementara hamster yang lain diekspos dengan 16 jam cahaya siang, dan pada malam harinya masih tetap diberi pencahayaan.
Setelah delapan pekan, para peneliti mengujicobakan perilaku dari kedua hamster tersebut. Hamster dari kedua grup diberi pilihan, antara untuk meminum air keran atau air air gula. Hamster yang terekspos dengan cahaya pada malam hari meminum jumlah air keran dan air gula yang sama, tapi mereka kehilangan kesenangan ketika meminumnya.
"Ini membuktikan kepada kita bahwa mereka tidak mendapat perasaan kesenangan dari meminum air gula mereka, dan hal itu mungkin bisa diinterpretasikan sebagai respon yang menyerupai depresi," ujar Bedrosian.
Perubahan pada perilaku ini dihubungkan dengan perubahan di bagian otak yang dikenal sebagai hippocampus. Hamster yang terekspos pada cahaya malam mengalami pengurangan jumlah duri dendritic pada permukaan sel di daerah ini. Duri Dendritic adalah seperti tonjolan yang menyerupai rambut yang sel otak gunakan untuk berkomunikasi dengan yang lain.
Penemuan ini sama dengan studi pada manusia yang menemukan bahwa hippocamus terlibat dalam gejala depresi. "Seorang pasien dengan depresi tinggi memiliki hippocamus yang kecil," kata Bedrosian.
Perubahan otak pada hamster mungkin naik dari fluktuasi dalam produksi hormon melatonin. Melatonin memberitahu tubuh waktu malam hari, akan tetapi cahaya buatan pada malam hari mempengaruhi pertumbuhan hormon melatonin. Hormon tersebut telah ditunnjukkan memiliki beberapa efek anti depresan, dan pengurangan dari melatonin mungkin akanmemicu gejala depresi," tambah Bedrosian.
"Jika mekanisme yang sama bekerja pada manusia, maka orang-orang harus menghindari tidur dengan TV dan lampu menyala, atau setidaknya mereka harus meminimalisir ekspos cahaya pada malam hari," tutup Bedrosian