Ketua Dewan Penasehat Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Dr Andang Bachtiar MSc menjelaskan, kapan mulai dan berakhirnya suatu letusan gunung api memang sulit dipredikasi. Sebab, kadang letusan ini memiliki derajat ketidakpastian yang berbanding terbalik dengan pengetahuan. Untuk mengetahuinya perlu banyak data statistik dan pengalaman.
Berikut petikan wawancara detikcom dengan Andang Bachtiar, lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Geology Department Colorado School of Mines, Golden, Colorado, USA ini di Jakarta, Minggu (7/11/2010).
Sampai kapan gunung Merepai akan terus bergolak? Bisakan diperkirakan dan dipastikan?
Seperti jawaban atas pertanyaan tentang proses berdimensi besar geologi lainnya yang menyebabkan bencana, misalnya rangkaian gempa dan tsunami, perkiraan tentang kapan mulai dan kapan berakhirnya sulit diprediksinya. Suatu periode proses mempunyai derajat ketidakpastian, yang bisa saja berbanding terbalik dengan pengetahuan kita akan proses tersebut. Seberapa lengkap atau seberapa banyak jumlah data statistik empiris akan menunjang suatu prediksi.
Pengetahuan kita tentang tipe letusan Merapi yang non wedhus gembel, yaitu letusan eksplosif membentuk kolom vertikal, yang seperti kita lihat sekarang agak terbatas, karena selama ini yang berulang hampir 5 tahunan adalah letusan tipe nue ardentee atau wedhus gembel itu. Secara teoritis kegiatan letusan akan berkurang dan berhenti saat kandungan gas dalam magma berkurang dan atau
energinya melemah, yang akan didahului dengan keluarnya lava leleran atau sumbat lava .
Kalau kita lihat aktivitas Merapi sampai Minggu (7/11/2010) kamarin, belum ada tanda-tanda penurunan. Jadi, masih belum dapat dipastikan berapa hari, minggu atau bulan lagi aktivitas Merapi di periode ini akan berakhir.
Pengamatan visual atas leleran lava di puncak dan juga monitoring trend gempa akan sangat membantu. Cek terus dengan kawan-kawan di Pusat Vulkonologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta.
Faktor-faktor apa yang menyebabkan Merapai bergolak dan berhenti? Hitung-hitungannya bagaimana?
Selain yang sudah saya jelaskan tadi, mungkin ada faktor tambahan, yaitu adanya penunjaman lempeng Samudera di Selatan Jawa yang menyusup di bawah lempeng benua Asia yang bagian pinggiran atasnya menjadi tempat kita hidup di Sumatra-Jawa-Kalimantan. Penyusupan pertemuan lempeng di arah tersebut sudah dimulai dan berlangsung sejak 32 juta tahun lalu atau zaman Oligocene. Ini menyebabkan dinamika pembentukan jalur gunung berapi pada jarak 150 kilometer dari titik penujaman tersebut, yaitu dalam hal ini Merapi termasuk di dalam jalur tersebut.
Gunung Merapi paling aktif bergolak antara 4 sampai 5 tahun sekali. Kemungkinan ini karena posisinya pada Blok Jawa Tengah, yang selain disusupi dari Selatan, juga ditekan dari Utara. Coba lihat kelurusan pantai-pantai di sepanjang Jawa Tengah, yang menjorok masuk ke dalam, baik di Utara maupun di Selatan. Sementara pantai-pantai di Jawa Barat dan Jawa Timur lebih sempit dari luasan kedua daerah itu, itu sebagai ekspresi penekanan tersebut.
Iya, menurut data dalam 70 tahun terakhir, memang letusan kali ini yang terbesar. Tapi, pernah juga dicatat letusan pada tahun 1930-an, yang hujan kerikilnya sampai ke Pulau Madura. Dan kemungkinan juga letusan di tahun 1006, seperti yang ditulis oleh Van Bemmelen dalam bukunya 'Geology of Indonesia' tahun 1949, disebutkan letusan Gunung Merapi pada tahun itu telah menghancurkan Kerajaan Mataram Kuno (purba), bahkan sampai mengubur Candi Borobudur dan sebagainya.
Benarkah letusan kali ini menciptakan alur baru lahar? Alur baru itu nantinya di wilayah mana saja?
Mungkin lebih tepatnya adalah aktifasi ataau pengaktifan kembali alur-alur lahar lama. Karena, sebenarnya semua alur sungai di daerah radius seputar Gunung Merapi, yang tersusun dari aliran lahar memang merupakan alur-alur lahar sejak dahulu kala. Hanya saja, dalam periode tertentu arahnya lebih ke Barat, Selatan atau Timur dan sebagainnya. Nah saat ini, alur-alur lama kembali terisi efek endapan-endapan lahar, maupun wedhus gembel dari Merapi.
Kalau begitu, bisa diartikan juga radius wilayah atau daerah yang rawan lebih meluas dan banyak kawasan desa yang harus dikosongkan?
Radius daerah rawan bencana yang diperluas dari 15 km menjadi 20 km, seperti Jumat (5/11/2010) kemarin, menurut saya tidak berhubungan langsung dengan alur-alur baru atau lama. Tetapi itu dengan kekuatan energi luncuran dan jumlah material yang diluncurkan oleh proses awan panas atau wedhus gembel itu, yang lebih besar dari sebelum-sebelumnya. Karena lebih besar, maka radius jangkauannya menjadi lebih luas, bukan karena alur-alurnya baru.
Bagaimana dengan perhitungan mistik? Sering cocokkah, tidak tepatkah, termasuk soal mitos asap Mbah Petruk?
Saya tidak begitu mendalami soal hitung-hitungan mistis seperti itu. Tapi, kalau soal mitos Mbah Petruk, saya cukup kenal ceritanya dari almarhum mertua saya yang asli Ampel Boyolali. Diceritakan bahwa Mbah Petruk itu merupakan kerabat moyangnya penduduk yang mendiami daerah lereng Gunung Merapi dan Merbabu. Dia memang sangat sakti dan tidak pernah mandi. Namun suatu saat menghilang saat terjerumus atau dijerumuskan di suatu pusaran air atau kedung di sebuah sungai di sana.
Setelah peristiwa itu, menurut kepercayaan masyarakat sekitar, Mbah Petruk sering muncul dalam penampakan. Penampakan ini terjadi bila akan ada hal-hal besar di sekitar daerah itu. Penampakannya untuk mengingatkan para kerabat dan turunannya. Itu saja yang saya tahu, dan memang kita sedang mengalami bencana besar saat ini kan?
Kalau diperkirakan, kapan Merapi akan meletus lagi? Kalau periodenya jelas bagaimana melindungi masyarakat sekitarnya?
Kita tahu dari data empiris statistik bahwa periode aktivitas letusan Gunung Merapi itu pendek, yaitu setiap 5 tahunan. Makannya dia disebut sebagai gunung api teraktif di dunia saat ini. Ini menjadi satu kerutinan, yang juga telah disadari oleh pemerintah, khususnya jajaran Badan Geologi Kementerian ESDM.
Melihat rutinitas letusan Gunung Merapi itu, dalam level kesadaran ini, harusnya juga diterapkan di Badan Nasional Penanggulangan Becana (BNPB) dalam rangka memitigasinya mengurangi resiko bencana bagi penduduk. Nampaknya, setelah periode letusan Gunung Merapi ini, BNPB harus konsentrasi full mitigasinya. Mungkin dengan menata ulang memetakan daerah bahaya dan tata ruang secara keseluruhan. Dan ini tentinya harus dilakukan secara lintas sektoral juga.
Selain merupakan musibah, letusan Merapi juga membawa berkah, berupa kesuburan tanah dan pasir sebagai bahan bagunan?
Iya betul. Debu vulkanik yang dihasilkan dari letusan gunung menganding zat yang bisa menyuburkan tanah. Kesuburan tanah akibat letusan gunung ini terutama yang berada di daerah tropis seperti Indonesia. Soal penjelasan ilmiahnya bukan kompetensi saya untuk menjelaskannya. Mudah-mudahan kawan-kawan dari Kementerian Pertanian yang bisa memberikan pencerahan soal ini.
Tentang pasir, materi ini akan terkonsentrasi di alur-alur lahar, yaitu di sungai-sungai yang berhulu di Merapi. Sebab, lahar itu sendiri merupakan bagian dari produk letusan gunung api tersebut. Berdasarkan informasi BPPTK dan PVMBG bahwa material yang sudah dimuntahkan Gunung Merapi ini mencapai 100 juta meter kubik. Maka, diperkirakan pasir-pasir yang akan menjadi rezeki di alur-alur sungai tersebut pastinya tidak akan melebihi jumlah atau volume itu. Karena, mereka hanya sebagian kecil saja proporsinya dari keseluruhan material vulkanik yang diluncurkan Merapi.
sumber :http://www.detiknews.com/read/2010/11/08/160358/1489557/159/dr-andang-bachtiar-merapi-ada-faktor-penunjaman-lempeng-samudera?nd991107159